Saturday 1 September 2018

Satu Paket dan Bonusnya


Bersama Kesulitan selalu ada Kemudahan.

Minggu ini banyak twist.

Bulan Juli lalu saya sempat meng-handle sebuah event cukup besar di kantor. Dibantu teman-teman yang super baik dan sangat total. Dengan jumlah panitia yang jauh lebih sedikit dari kebutuhan, semua ter-handle dengan cukup baik meskipun setiap kami harus rela switching ke sana ke mari mengerjakan yang bukan job desk kepanitiaan. Tapi dengan ijin-Nya semua selesai juga, tantangan memang selalu sepaket dengan kemampuan yang ditantang, selama kita bersedia berupaya.

Tapi di akhir euforia selesainya event itu, saya tersadarkan bahwa ada masalah lain, masalah ‘besar’ yang saya lewatkan. Saat itu sudah tidak ada yang bisa saya lakukan. Sedih sekali, karena sesungguhnya masalah itu bisa hindari kalau saya ‘tidak lupa’. Dan apa yang paling menyesakkan? Saat masalah orang lain terjadi karena andil kita. Dan itu yang terjadi. Masalah ini bisa berpeluang besar membuat nilai kinerja atasan saya drop, termasuk nilai kinerja saya. Terlebih lagi penyebab masalahnya adalah ‘kelupaan’. Kalau persoalan kompetensi atau dari hal lain di luar kendali, bisa jadi ini tidak gawat. Memikirkannya hanya bisa menangis, menyesal kenapa bisa sampai lupa, dan bingung harus bagaimana.

Tapi saya haru menyelesaikan masalah ini. Iya, saya harus bertanggung jawab. Tapi bagaimana? Masalahnya seperti tidak ada solusi selain diterima apa adanya. Satu-satunya pertanggungjawaban yang saya tahu adalah ‘minta maaf’. Tapi itu tidak akan cukup. Sambil memikirkan alternatif solusi yang mungkin, saya memutuskan menghadap atasan segera, meminta maaf, dan mengajukan solusi apa yang masih mungkin diambil (Alhamdulillah masih ada pilihan Allah ingatkan).

Lebih cepat meminta maaf lebih baik. Responnya positif atau negative setidaknya akan lebih lega saat kita sudah tau yang terjadi. Saya pun menghadap atasan saya. Takut-takut menyampaikan, mencoba berbahasa sebaik mungkin. Semoga ketidaksengajaan saya akan masalah itu terbaca oleh beliau. Dan pada saat itu saya melihat kekecewaan dari respon atasan saya. Saya akui saya memang salah. Alhamdulillah permintaan maaf saya dan usulan penyelesaian yang saya ajukan diterima atasan saya. tapi masalah ini belum selesai. Tantangan lebih berat adalah yang berikutnya. Yaitu sendirian meminta maaf dan meminta persetujuan dari biggest boss hehe (re: Bapak).

Bagian ini lebih seru. Sebelum menghadap Bapak saya berkali-kali latihan tentang apa yang akan saya katakan nanti. Saya akan mengatakan yang sebenarnya. Apapun konsekuensinya. Tapi saya juga tidak ingin ketidaksengajaan saya menghapus semua keringat yang saya dan teman-teman keluarkan untuk event tersebut. Jadilah latihan saya bukan hanya menyampaikan permintaan maaf tapi juga dengan sesi curhatnya. Baru latihan aja air mata saya sampai menetes. wkwkwk. Saat itu saya juga tidak henti-hentinya berkali-kali mengulang doa, mempertegas permintaan, menguatkan saya, juga semoga Allah melunakkan hatinya Bapak, dan di atas semua itu semoga hati saya diluaskan agar menerima apapun yang terjadi nanti. Bahkan masih sempat bercanda dengan sekretaris bapak, “Jangan heran kalo sebentar keluar dari ruangan bapak senyum ini sudah hilang, dan matanya basah air mata”, canda saya seperti itu.

Setelah itu saya langsung mengetuk pintu ruangan Bapak, masuk, duduk manis. Bapak juga menyambut baik, duduk di kursi seberang mejanya. Seperti biasa suasana di ruangan itu selalu santai (Oiya saya dan Bapak itu bisa dibilang ‘sahabat’. Karena bapak adalah tipe pimpinan yang hangat dan bijak. Saya sering berdiskusi dengan bapak, dari hal paling serius sampai yang paling receh sekalipun. Jadi seharusnya saya tidak perlu takut sedikit pun. Tapi kali ini berbeda. Hehehe. Selanjutnya takut-takut saya mulai membuka suara. Menyampaikan apa masalah yang terjadi dari A sampai selesai. Bapak, seperti biasa, dengan tenang mendengarkan. Saat saya selesai (ini bagian yang paling menegangkan),

Bapak, “Jadi maunya Noe bagaimana?”
Saya, “sebenarnya ini bisa diselesaikan seperti ini saja, Pak.. tapi.. apakah boleh, Pak?
……
……
……
Note: sebenarnya solusi yang saya ajukan ini adalah hal yang sudah kami sepakati bersama tidak akan dilakukan di tahun ini (hehehe). Bagaimana mungkin saya dengan percaya diri mengatakan mau melakukan cara itu.

Bapak, “ya sudah, itu saja”.
Saya, “Hah?”.

Seperti tidak percaya dengan apa yang saya dengar. Saat itu kalau boleh saya pasti sudah loncat-loncat saking senangnya. Kemudian Bapak lanjut menyampaikan beberapa hal lain yang bisa saya lakukan untuk masalah ini. Fiuuuh. Leganya. Terima kasih ya Allah, Engkau jadikan Bapak ini bijak sekali.

Saya, “Alhamdulillah, terima kasih, Pak..”
Bapak, “Lain kali hati-hati.. kamu diberi surat teguran nanti”
Saya, “Nggak apa-apa, Pak.. saya memang salah”.

Iya, sungguh. Kalaupun saya benar diberikan surat teguran, tidak apa-apa. saya tau bahwa saya melakukan kesalahan. Saya hanya ingin masalah yang saya buat tidak menjadi masalah untuk orang lain. Tapi Alhamdulillah memang tidak diberi surat teguran. Wkwkwk.

Selanjutnya bisa kalian bayangkan, di sekeliling saya kalau ini dalam scene film kartun tentu sudah dipenuhi bunga-bunga beterbangan. Hehehe. Saking bahagianya. Hal yang benar-benar tidak saya duga terjadi. Awalnya saya berpikir masih ada harapan bapak menyetujui usulan saya, tapi tidak semudah yang terjadi itu. saya pikir bapak mungkin perlu diberikan beberapa alasan dan pertimbangan untuk sampai menyetujuinya. Ternyata tidak perlu. Semuanya sesederhana itu. Terima kasih ya Allah.

Kemudian apa yang saya pelajari dari kejadian itu? Banyak. Pertama, tentang penerimaan. Terima bahwa diri kita, sebaik apapun sudah berusaha, kesalahan tetap bisa terjadi. And that’s not too bad. Ayo belajar lagi. Kedua, tentang hati-hati dan rendah hati untuk minta bantuan kalau memang tidak bisa sendiri. Di saat riuh pekerjaan kita bisa saja kehilangan fokus karena yang dikerjaan terlalu banyak. Jangan ragu untuk minta bantuan orang lain. Jangan sok jago. It’s ok to ask help, it doesn’t mean you’re weak.

Ketiga, tentang berani bertanggung jawab, mengakui kesalahan. Tau nggak sih, saat itu saya takut sekali. Takut mengecewakan atasan yang percaya sama saya. Sempat terpikir bagaimana agar masalahnya selesai tanpa harus atasan tahu. Dipikir berkali-kali, saya putuskan harus tetap melakukan hal yang benar. Being brave meant you were scared, really scared, badly scared, and you did the right thing anyway (Neil Gaiman).

Keempat, tentang tidak menyerah. Saat itu saya bisa saja menyerah begitu saja, minta maaf mungkin cukup. Apalagi yang bisa saya lakukan? Semuanya sudah terjadi. Kemungkinan solusi yang bisa diambil seperti benar-benar tidak ada lagi. Tapi kesempatan untuk mencoba selalu ada, jadi lakukan saja dulu yang mungkin. Akhirnya bagaimana itu bukan milik kita, tapi milik-Nya.

Dan yang terpenting adalah tentang berprasangka baik, yang berarti kita percaya bahwa Tuhan menghadirkan masalah sepaket dengan penyelesaiannya, bahkan bonus pelajaran juga. Karena sehebat apapun kita, hasil akhir bukan milik kita. Sesederhana apapun keadaan, Tuhan bisa membalikkannya dengan mudah. Kita yang merasa hebat seketika dilemahkan. Keadaan yang sederhana sekejap dirumitkan. Tapi bersama kesulitan selalu ada kemudahan.


Indeed trouble is a friend. It makes us live.

0 comments:

Post a Comment

 
Copyright (c) 2010 The Little Notes. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.