Tiba-tiba ingat beberapa kejadian, beruntun beberapa. Hatinya jadi tidak enak. Tapi juga tidak bisa melakukan apa-apa. Eh ada yang bisa, terima, biarkan waktu yang bawa pergi.
Saya selalu senang belajar dari orang lain. Belajar dari kehidupan orang lain, melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, dari yang paling dekat dan bisa tersentuh seperti Bapak dan Ibu di rumah. Dari film dan lagu yang dalam layar dan udara yang tidak tersentuh. Dari mereka yang berlalu lalang di depan belakang kita. Sampai kucing imut yang sekedar lewat. Kadang dari hal-hal sederhana kehidupan di luar, kita justru menemukan alasan untuk kita menerima masalah kita. Semua pasti ada penjelasannya, pasti ada alasan baiknya. Cuma belum waktunya saja.
Nah, sekarang saya mau cerita.
Pertama, kemarin berteman sangat dekat sama seorang teman, dari pertemanan itu saya belajar, satu, Tuhan Maha membolak-balikkan hati, jangan ragu sedikit pun soal itu. Kebanyakan kita tahu fakta itu, tapi masih sering lupa sehingga jadi memaksakan permintaan ke Allah, maunya sekarang. Padahal proses-Nya Allah selalu bisa bikin kita belajar. Iya, belajar sabar. Dan lulus itu bukan ukuran kita, tapi ukuran-Nya Allah. Percaya saja kalau sudah waktunya, pasti berganti kok.
Dua, hidayah Islam itu nikmat tidak terhingga (maaf ini bagi yang muslim yaa..). Islam itu bisa ada di KTP kita, sudah diakui Allah sebagai keimanan, Insyaallah. Tapi hal lain lagi dengan menjadikan Islam itu sebagai kehidupan kita. Saya bukan anak pesantren, dan juga masih belajar memperdalam pemahaman agama. Tapi saya ingin bilang ini ke kita semua, kalau kamu, saya, kita, seorang muslim yang sudah otomatis Sholat 5 waktu tidak perlu diingatkan, puasa ramadhan sudah otomatis sahur tidak sahur pasti puasa, sakit pun selama belum sekarat-sekarat banget tetap mau puasa, maka bersyukurlah sebanyak mungkin sama Allah. Jaga nikmat hidayah itu baik-baik. Karena banyak di luar sana, ada, yang sholat dan puasa yang wajib itu masih susah banget. Bukan karena dia belum tau sholat itu wajib, puasa itu wajib. Bukan dia nggak tau tentang konsekuensinya. Tapi hidayah itu belum ada di hatinya. Allah belum kasih. Semoga kita semua selalu didekatkan hatinya pada-Nya yaa. Amiin.
Kedua, beberapa waktu lalu sempat kolaborasi pekerjaan sama teman, tidak cukup lama, tapi saya cukup belajar. Hati-hati sama perasaan 'merasa paling'. Paling sibuk, paling susah, paling sedih, paling pintar, paling banyak tugasnya, dan paling-paling yang lainya. Juga paling gendut #eh. Karena ukuran cukupnya manusia itu belum tentu benar. Kadang kita merasa tugas kita cukup segini saja seharusnya, yang lain bahkan tugasnya lebih sedikit. Ya, itu menurut pandangan kita. Karena mata kita 2 dan kita tidak bisa melihat semua sisi secara bersamaan. Di luar sana, banyak banget teman-teman yang tugasnya jauh lebih banyak daripada kita. Jangan keseringan melihat ke dalam, sekali-kali buka jendela lebar-lebar, atau sekalian buka pintu jalan ke luar. Pergi lebih jauh, lihat lebih dekat, rasakan lebih banyak. Semua itu akan menjadi nilai tambah untuk diri kita. Entah itu ilmu atau pengetahuannya, sabarnya, cara berpikir, cara mengambil keputusan, hubungan dengan orang lain, dan sebagainya.
Ketiga, dua bulan kemarin, Juni-Juli, sempat mengambil alih tugas teman, membantu. Saat itu seketika saya sadar, saya belajar, satu, betapa nikmatnya waktu luang. Nah ini juga yang membuat saya ditegur dengan perasaan 'merasa paling'. Berangkat pagi, pulang malam, Sabtu-Minggu juga. Kalau bernapas itu tidak otomatis, mungkin saya juga sudah lupa napas. Hehehe. Saat itu semua perasaan campur aduk, dari senang (karena bisa), semangat (karena belajar yang baru lagi, dapat teman baru juga), seru (karena hectic tidak berhenti-berhenti, tau-tau saja sudah gelap, hehe), takut & ragu-ragu (saya juga masih perlu belajar banyak, tapi harus memutuskan cepat) bersyukur (karena dipercaya, sama Allah dan teman-teman), sampai sedih dan ingin menangis tapi nggak sempat (saking hectic-nya, pulang kerja tepar aja yang mampu dilakukan). Eventually, see, I did it. Tuhan memang pasti tepat menempatkan. Menempatkan orangnya, pada waktunya dan pada keadaannya. Kita bisa. Jangan lupa berdonasi kitabisa.com #loh.
Dua, bersyukur selalu, dipercaya itu mahal. Dalam keadaan sempit pekerjaan menggunung sekalipun. Ada orang-orang yang waktunya luang, tugasnya tidak sebanyak kita, tapi bukan karena tugasnya cepat selesai karena sudah expert mengerjakannya, tapi (maaf) karena tidak dipercaya. Kalau kita banyak tugas, kemudian sempat membenak, "kok saya lagi, saya terus", berhenti sekarang juga. Dipercaya itu tidak mudah. Dipercaya itu mahal.
Ketiga, sehat itu harta tidak ternilai, saking mahalnya. Ya, tidak ada seorang pun yang ingin sakit. Tapi kita tidak pernah tahu kapan Tuhan menguji kita dengan sakit. Karena sakitnya kita juga bisa berpengaruh ke kehidupan orang lain. Orang tua dan saudara yang khawatir dan harus menjaga. Teman-teman juga. Momen yang terlewatkan. Kesempatan yang tertinggal. Jaga kesehatan ya kita semua.
Tiga cerita yang terjadi bersamaan dalam 4 bulan terakhir. Jujur saja cukup menguras perasaan. Cukup sisi positifnya saja yang dibagikan. Drama-drama baper, kesal, dan putus asanya? Ada bangettt. Tapi saat itu saya nggak punya cukup waktu untuk menghayati. Karena banyak hal yang harus diselesaikan. Kalau bapernya dibiarkan menang, apa kata dunia? Professional is not baper. Pada waktunya semua terlewati juga. Tinggal dipanjang-panjangkan lagi sabarnya. Diluas-luaskan lagi hatinya. Semuanya akan berlalu. Hari akan berganti. Dan kemudian selesai. Semoga kita tidak lupa belajar. Harus ada makna dari setiap perjalanan.
Everything shall pass.